
Direktur Industri Elektronika dan Telematika Kementerian Perindustrian, Ignasius Warsito mengatakan, ponsel buatan dalam negeri 80% komponennya masih diimpor. Impor komponen dikenakan bea masuk sebesar 5-10%.
"Kalau yang impor produk itu nol persen," tutur Warsito kepada detikFinance, Kamis (25/6/2015).
Warsito mengatakan, dengan adanya bea masuk tersebut, maka ongkos produksi akan lebih tinggi bila dibuat di dalam negeri. Warsito mengambil contoh satu produk ponsel yang diimpor lebih murah dibanding produk yang sama dibuat di Indonesia.
"Saya sebut merek saja, Bolt dengan ZTE itu selisihnya Rp 200 ribu. ZTE lebih murah," katanya.
Terkait hal itu, pemerintah Indonesia memberikan insentif untuk produsen ponsel yang sudah merakit produknya di Indonesia. Insentif yang diberikan berupa bea masuk ditanggung pemerintah untuk impor komponen. Jadi bea masuk nol persen untuk impor komponen.
Selain itu, lanjut Warsito, pemerintah juga mengenakan PPh Badan untuk impor produk utuh sebesar 10%. Sedangkan yang dirakit di dalam negeri dikenakan 2,5%
Namun, hal itu juga belum bisa membuat ponsel yang dibuat di dalam negeri bisa lebih murah dibanding yang diimpor langsung. Warsito mengatakan, pemerintah di negara asal ponsel impor, memberikan insentif ekspor besar, kepada perusahaan yang mengekspor produknya, yaitu berupa pengembalian pajak sebesar 20% (tax refund).
"Di China kalau dia ekspor dia diberi insentif. Dia bisa banting harga sampai 20% dalam keadaan normal. Jadi kalau makanya itu 10% itu dia bayar, 10%-nya dia save dong. Itu yang saya lihat dari sisi modal bisnis," jelasnya.
Belum lagi yang membuat produksi di dalam negeri lebih mahal adalah volume-nya yang masih minim. Produsen ponsel di luar negeri memproduksi barangnya dengan massal. Sedangkan di Indonesia, masih di kisaran 50-100 ribu unit per bulan. Hanya Samsung saja yang produksinya mencapai 1 juta unit per bulan.
"Kalau produksi dia 50.000 itu sama 500.000 per bulan, jelas akan lebih efisien yang 500.000 unit. Kalau 50.000 harganya nggak akan nutup," katanya.
Warsito mengatakan, agar biaya produksi di dalam negeri lebih murah sehingga menciptakan daya tarik bagi investor ponsel lain di Indonesia, pemerintah mendorong agar produsen-produsen tersebut memproduksi produknya secara massal, di samping terus memberikan insentif pajak dan insentif lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar